- negosiasi di tingkat pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak, sehingga output pemeriksaan, yaitu Surat Ketetapan Pajak tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik itu SKP Kurang Bayar maupun SKP Lebih Bayar dalam rangka restitusi pajak
- negosiasi di tingkat penyidikan pajak, misal dalam mengungkap penyidikan atas faktur pajak fiktif, dimana atas pengguna faktur pajak fiktif selain dihimbau untuk pembetulan SPT Masa PPN juga di takut takuti untuk berubah statusnya dari saksi jadi tersangka, yang ujung ujungnya adalah uang, sehingga status pengguna faktur pajak fiktif tersebut tetap sebagai saksi
- penyelewengan fiskal luar negeri dengan berbagai macam modus di bandara bandara yang melayani rute penerbangan internasional sebelum berlakunya Undang undang KUP yang baru tahun 1 Januari 2008, dimana kepada setiap orang yang bepergian keluar negeri diwajibkan membayar fiskal sebesar Rp. 2.500.000.
- penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak, sehingga pada saat jatuh tempo penyelesaian keberatan, 12 bulan, permohonan tersebut tidak selesai atau belum diproses, sehingga sesuai Pasal 26 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000, direktur jenderal pajak dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan, berapa rupiahpun nilai keberatan yang dimintakan.
- Penggunaan perusahaan diluar negeri, khususnya belanda, dimana terdapat celah hukum pembayaran bunga kepada perusahaan belanda dimana bunga tersebut lebih dari 2 tahun, maka dikenakan PPh Pasal 26 0%. Disini terdapat potensi penggelapan pajak PPh Pasal 25 (Badan) dan PPh Pasal 26 atas biaya bunga yang dibebankan tersebut, dan potensi tersebut dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah
- Kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT Tahunan, hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan Penjualan saham antar perusahaan yang diduga masih satu grup (dilakukan oleh orang-orang dalam suatu sindikat), dimana diduga tidak pernah ada transaksi tersebut secara riil, dan nilai jual beli saham perusahaan tersebut tidak mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli saham tersebut, mengakibatkan wajib pajak tidak bayar PPh Pasal 25 (badan) karena kerugian tersebut dibebankan sebagai biaya sehingga menggerus atau menguras keuntungan perusahaan dari usaha realnya. potensi tersebut dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah, dan masih banyak lainnya